INIBACA.COM | BALI — Perkembangan teknologi dengan platform digitalisasi yang merambah segala lini termasuk di dunia pers menjadi tantangan bagi kalangan media agar dapat terus tumbuh dan berkembang.
Menyikapi kondisi ini, PWI Bali menyelenggarakan Diskusi Akhir Tahun 2022 bertema "Pers di Era Digital, Siapa Takut?" bertempat di Gedung PWI Bali, Jalan Gatot Subroto, Denpasar, pada Jumat (30/12/2022).
Diskusi ini merupakan refleksi bagi insan pers di Bali yang menghadirkan tiga narasumber yaitu I Nyoman Wirata (Dewan Kehormatan Provinsi PWI Bali), I Wayan Suyadnya (Pendiri Harian Media Bali) dan Dr. Nengah Muliarta (Akademisi) yang dipandu oleh Arief Wibisono (Wakil Ketua PWI Bali Bidang Pendidikan).
Ketua PWI Bali IGMB Dwikora Putra mengapresiasi diskusi "Pers di Era Digital, Siapa Takut?" karena menjadi refleksi bagi kalangan pers dalam menghadapi tantangan ke depan. Era digitalisasi, menurut Dwikora, mengharuskan media beradaptasi dengan perkembangan teknologi kalau tidak ingin tergerus.
"Banyak insan media yang pesimis menghadapi tantangan di era digital. Melalui diskusi ini kami berharap pekerja media tidak takut menghadapi tantangan, sebaliknya harus bisa membaca peluang di era digitalisasi," ungkap Pemimpin Redaksi Harian Warta Bali ini.
Selanjutnya, Nyoman Wirata mengungkapkan dalam menjaga eksistensi media di era kekinian perlu kiranya menjaga kredibilitas profesi.
“Lakukan control dan evaluasi setiap saat melalui proses manajemen dan yang penting bagaimana optimisme itu harus tetap diperjuangkan,” tandasnya.
Sedangkan Wayan Suyadnya, dalam diskusi ini mengungkapkan, kenapa dirinya dengan optimis mampu mendirikan perusahaan media “Media Bali” meskipun ditengah-tengah rumor yang meragukan kiprahnya selama ini.
“Tentu sebelumnya saya sudah melakukan kajian. Faktanya hingga kini belum ada satupun media di Bali yang gulung tikar, meskipun ada beberapa persoalan yang dihadapi,” ungkapnya. Seraya berujar “Media Bali” hingga kini masih menunjukkan kiprahnya.
“Media cetak masih kok jadi rujukan di tengah derasnya platfom digital,” imbuhnya.
Menariknya Negah Muliarta, menyampaikan, kondisi terkini platform digital yakni masih berkutatnya praktisi media di platform 1.0, padahal saat ini platformnya bergeser ke 3.0.
Menurut praktisi media yang juga seorang akademisi, Muliarta menyatakan, media yang nantinya bertahan yakni media yang memiliki idealisme dengan menciptakan jurnalisme berkualitas. (*)
Menyikapi kondisi ini, PWI Bali menyelenggarakan Diskusi Akhir Tahun 2022 bertema "Pers di Era Digital, Siapa Takut?" bertempat di Gedung PWI Bali, Jalan Gatot Subroto, Denpasar, pada Jumat (30/12/2022).
Diskusi ini merupakan refleksi bagi insan pers di Bali yang menghadirkan tiga narasumber yaitu I Nyoman Wirata (Dewan Kehormatan Provinsi PWI Bali), I Wayan Suyadnya (Pendiri Harian Media Bali) dan Dr. Nengah Muliarta (Akademisi) yang dipandu oleh Arief Wibisono (Wakil Ketua PWI Bali Bidang Pendidikan).
Ketua PWI Bali IGMB Dwikora Putra mengapresiasi diskusi "Pers di Era Digital, Siapa Takut?" karena menjadi refleksi bagi kalangan pers dalam menghadapi tantangan ke depan. Era digitalisasi, menurut Dwikora, mengharuskan media beradaptasi dengan perkembangan teknologi kalau tidak ingin tergerus.
"Banyak insan media yang pesimis menghadapi tantangan di era digital. Melalui diskusi ini kami berharap pekerja media tidak takut menghadapi tantangan, sebaliknya harus bisa membaca peluang di era digitalisasi," ungkap Pemimpin Redaksi Harian Warta Bali ini.
Selanjutnya, Nyoman Wirata mengungkapkan dalam menjaga eksistensi media di era kekinian perlu kiranya menjaga kredibilitas profesi.
“Lakukan control dan evaluasi setiap saat melalui proses manajemen dan yang penting bagaimana optimisme itu harus tetap diperjuangkan,” tandasnya.
Sedangkan Wayan Suyadnya, dalam diskusi ini mengungkapkan, kenapa dirinya dengan optimis mampu mendirikan perusahaan media “Media Bali” meskipun ditengah-tengah rumor yang meragukan kiprahnya selama ini.
“Tentu sebelumnya saya sudah melakukan kajian. Faktanya hingga kini belum ada satupun media di Bali yang gulung tikar, meskipun ada beberapa persoalan yang dihadapi,” ungkapnya. Seraya berujar “Media Bali” hingga kini masih menunjukkan kiprahnya.
“Media cetak masih kok jadi rujukan di tengah derasnya platfom digital,” imbuhnya.
Menariknya Negah Muliarta, menyampaikan, kondisi terkini platform digital yakni masih berkutatnya praktisi media di platform 1.0, padahal saat ini platformnya bergeser ke 3.0.
Menurut praktisi media yang juga seorang akademisi, Muliarta menyatakan, media yang nantinya bertahan yakni media yang memiliki idealisme dengan menciptakan jurnalisme berkualitas. (*)